Senin, 02 Januari 2012

Merayakan Tahun Baru Itu Haram



Tahun baru adalah dua kata yang menandakan kemeriahan dikalangan masyarakat kita yang disimbolkan dengan terompet-terompet dan letusan kembang api yang menggema di udara, tidak lupa juga pasangan muda mudi tanpa status bergandengan dengan mesranya pada malam penyambutan Tahun baru tersebut. Alhamdulillah, tahun baru yang meriah gegap gempita tersebut adalah perayaan tahun baru masehi dan bukan tahun baru Islam.
Hal tersebut membuat saya tergugah untuk menulis di website/blog ini, walaupun seharusnya malam ini saya menikmati malam dengan muhasabah kepada Allah bersama keluarga kecil tercinta. Namun, keinginan untuk melaksanakan hal tersebut dalam pergantian tahun ini tidak dapat saya rasakan secara sempurna, karena banyak hal-hal yang harus saya perdalam lagi agar memahami banyak makna pada pergantian tahun ini. Pergantian tahun Islam hanya sebagai bagian tinta merah di kalender masehi yang ada disetiap rumah masyarakat. Sehingga wajar jika mayoritas masyarakat Muslim lebih mengenal tahun Masehi daripada tahun Hijriyah yang pada hakikatnya Islam berkembang pada awal tahun (hijriyah) tersebut.
Pertama tahun hijriyah dicetuskan oleh umat Muslim dengan landasan hijrah Nabi dan kaum Muhajirin 1431 tahun yang lalu dari Makkah ke Madinah, usaha tersebut dilakukan karena ingin meninggalkan kondisi kekafiran, kedzoliman, kerusakan moral dan kerusakan tatanan sosial pada masyarakat Quraisy di Makkah saat itu. dan yang lebih utama sebagai landasan hijrah Nabi dan kaum Muhajirin saat itu karena perintah Allah kepada Nabi secara langsung, sehingga Allah memberikan derajat lebih tinggi dan pahala yang besar kepada kaum Muhajirin yang rela mengorbankan jiwa, raga dan harta mereka untuk hijrah bersama Nabi (Surat At Taubah ayat 20-23)
Hijrah dilakukan oleh Nabi dan pengikutnya (kaum Muhajirin saat itu) tidak hanya sebatas hijrah fisik saja, tapi hijrah secara bathin /mental juga. Hijrah secara keseluruhan dimulai sejak memasuki kota Madinah saat itu, dengan ridlo Allah yang telah mengutus Nabi Muhammad sebagai manusia paripurna telah memberikan pesona baru dalam kehidupan sosial masyarakat Madinah. Demikian pula pergantian tahun Hijriyah sebagai tonggak sejarah perkembangan Islam dan sekaligus sebagai barometer perkembangan agama Islam hingga saat ini.

Walau kadang pergantian tahun hijriyah juga diperingati oleh umat Muslim dengan pengajian, tadarrus dan pawai/kirap, namun tidak banyak dari mereka yang  mengetahui sejarah dan  makna pergantian tahun hijriyah, karena pada umumnya masyarakat kita sudah banyak termakan bumbu-bumbu hedonisme yang menyebabkan pola pikir mereka hanya atas kebutuhan dunia belaka. Pengamalan agama hanya bagian dari kehidupan mereka, kenikmatan dunia menjadi sebuah kebutuhan utama dan tidak bisa mereka tinggalkan.
Tahun baru hijriyah sudah 1431 tahun berlangsung, makna kehidupan Nabi dan kaum Muhajirin saat itu jarang dilaksanakan umat beliau saat ini. Dulu harta, tahta dan wanita adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan hidup, tapi saat ini tidak sedikit umat Muslim menjadikan harta, tahta dan wanita menjadi tujuan hidup yang tidak bisa ditinggalkan. Wajar jika manusia saat ini menjadikan hidup untuk makan dan bukan makan untuk hidup, hal tersebut terjadi atas produk jaman yang hedonisme seperti saat ini.
Pada tahun hijriyah ini, selayaknya kita menghakikatkan hidup ini bagaikan perjuangan Nabi yang hijrah dari Makkah (pada saat itu) yang mayoritas masyarakatnya membudayakan kedzoliman, hidup dengan kekafiran dan hina dalam tatanan sosial ke wilayah yang damai, tentram dan sejahtera yaitu Kota Madinah. Hijrah dilaksanakan dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan perjuangan tanpa kenal lelah sehingga mengantarkan Nabi dan kaum muhajirin bertemu dengan kaum Anshor, timbullah silaturrahmi dan komunikasi baru yang menimbulkan pemikiran baru yaitu pengembangan Islam kedepan. Apabila hal tersebut kita implementasikan dalam kehidupan nyata, maka kita dituntut untuk hijrah dari sesuatu hal yang tidak baik kepada baikyang  dan akan melahirkan suatu kemuliaan, karena Allah tidak mungkin menolak kebaikan.
Menjalani hidup wajib untuk sabar, ikhlas dan pantang menyerah sebagaimana upaya Nabi dan kaum Muhajirin dalam perjalanan ke Madinah. Apabila ingin mencapai kesejahteraan (madani-mutamaddin), ketentraman dan kemuliaan, maka wajib bagi kita untuk menelaah perjalanan hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah.
Wallahua'alam...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your comment is not allowed if contains SARA (racialist and religion)