Selasa, 27 Maret 2012

Stand Up Comedy ala Pak Jokowi

  


Pak Jokowi rawuh di Assalaam

Pak Jokowi pidato di depan 2.500 santri
Liputan Eksklusif dari PPMI Assalaam

Hari ini adalah hari spesial bagi semua warga Assalaam. Kenapa? Karena di hari itulah PPMI Assalaam kedatangan tamu Walikota Solo yang fenomenal, Ir. Joko Widodo. Dengan demikian, seluruh kegiatan dan kesibukan para penghuni Pondok Pesantren ini harus dihentikan.

Pak Jokowi rawuh di PPMI Assalaam pukul 4 sore. Ketika di pondok kami sedang diselenggarakan Youth Islamic Festival, tepatnya agenda pada sore itu adalah bazaar. Tapi karena Pak Jokowi hadir ke sini, maka agenda bazaar, latihan ekskul-ekskul, gladi pentas-pentas sementara waktu di-offkan. Pasalnya, Pak Jokowi datang ke Assalaam. Rumor yang beredar, kedatangan beliau ke sini bermaksud minta maaf atas ketidakhadirannya di PPMI Assalaam setelah diundang dalam pembukaan Acara Akhir Tahun yang diselenggarakan OPPPMIA Putri. Entah hoax tersebut benar atau salah kita lanjutkan saja membaca postingan istimewa ini.
Tiba di Assalaam, Pak Jokowi langsung menunaikan sholat Ashar di Masjid Jami’ PPMI Assalaam lantai dua. Sementara seluruh santri, sekitar 2300 telah berkumpul rapi duduk di lantai 1 Masjid Jami’ Assalaam.

Inti sore itu adalah taushiyah langsung dari Bapak Walikota Solo, Ir. Joko Widodo yang telah menjabat 7 tahun. Pertama kali kata yang diucapkan beliau ketika memegang microphone adalah permintaan maaf terhadap ketidakhadirannya saat diundang beberapa hari yang lalu. (Tuh kan, rumor itu benar!) Sebagai gantinya sore itu di tengah kesibukan beliau menyempatkan berkunjung di Assalaam.

Tidak seperti kunjungan-kunjungan pejabat sebelum-sebelumnya yang pernah berkunjung di Assalaam, pidato Pak Jokowi memiliki “aura” tersendiri. Bila pidato pejabat biasanya terkesan kaku, terlalu sulit dipahami, terlalu terdengar “birokrat”, maka pidato Pak Jokowi sore ini serasa merakyat. Semua audiens dari kelas 1 SMP sampai 3 SMA yang hadir 100% bisa dipastikan paham benar apa yang disampaikan beliau.

Pidato Pak Jokowi lebih banyak humornya daripada berbicara soal-soal yang serius. Lebih mirip stand up comedy daripada pidato pejabat. Gaya bicara dan bahasanya menandakan bahwa beliau adalah sosok walikota yang begitu rendah hati.

Beliau bercerita tentang masa kecilnya ketika masih sekolah SD hingga ketika “kecelakaan” menjadi walikota Solo. Beliau sendiri menekankan kata “kecelakaan” itu. Menurut beliau, menjadi walikota bukanlah keinginan beliau, namun beliau sudah terlanjur kecipratan, jatuh, sehingga beliau mengistilahkan “kecelakaan” dalam proses terpilihnya menjadi walikota.

Dalam kesempatan sore itu Pak Jokowi bercerita tentang pengalamannya pertama kali menjadi walikota. Suatu Senin beliau ditugasi menjadi inspektur upacara, padahal sudah 23 tahun beliau tidak ikut upacara bendera. Bahkan terakhir kali beliau mengikuti upacara saat masih SMA. Itupun bukan menjadi komandan atau pemimpin peleton. Beliau hanya menjadi peserta upacara saat itu. Oleh karena itu, beliau kebingungan ketika diberitahu ajudannya untuk menjadi inspektur.

Ketika upacara berlangsung, lebih detailnya ketika sang komandan mengkomandani seluruh peserta untuk hormat kepada sang inspektur, Pak Jokowi, beliau pun juga ikutan hormat. Setelah sekian puluh detik, tak ada instruksi dari komandan untuk menurunkan tangan. Beliau pun heran kenapa hormatnya begitu lama. Setelah sekian saat, beberapa orang mulai tertawa. Bahkan peserta upacara yang kebetulan berada di depan sang walikota ini pun mulai memberi isyarat seperti orang menurunkan tangan. Beliau pun mulai paham akar masalah hormat-menghormat ini. Akhirnya beliau pun menurunkan tangan, dan grr.. seluruh peserta legaa. Cerita ini mengundang ledakan tawa dari seluruh santri Assalaam. Haha.

Hal penting dari beliau adalah saat beliau memberi arti apa sebenarnya pemimpin itu. Beliau membekali santri Assalaam mengenai kepemimpinan. Ada dua hal setidaknya yang bisa diambil dari khutbah beliau. Pertama: jadi pemimpin harus menanggung segala resiko. Ini beliau simpulkan setelah bercerita tentang peristiwa demonstrasi di awal tahun pemerintahan beliau menjabat sebagai walikota. Yang kedua: jadi pemimpin harus mendengarkan hingga yang paling bawah. Kalau yang ini beliau simpulkan setelah bercerita soal mengatasi PKL. Dan beliau menyelesaikan masalah PKL ini dengan cara yang sangat bijaksana.

Kita beralih ke demonstransi. Di awal pemerintahan beliau, sering kali ada demonstrasi di balai kota. Jumlah massanya pun nggak tanggung-tanggung. Hari pertama 2.500, hari kedua 3.500, dan seterusnya. Para polisi, satpol PP, menghalang-halangi para demonstran memasuki balai kota. Berhari-hari seperti itu terus. Pak Jokowi pun hanya bisa memandang dari jendela balai kota. Hingga pada hari kesekian, beliau menyuruh pulang seluruh komponen polisi dan keamanan yang menghalangi demonstran tersebut. Para demonstran pun dipersilakan masuk ke ruang rapat. Beliau berikan snack dan air aqua. Setelah itu, perwakilan demonstran dipersilakan mengutarakan keinginannya. Salah satu dari mereka pun berkata soal penolakan sesuatu plus solusinya. Pak Jokowi pun menjawab dengan bijak tentang penolakan tersebut dan memberikan konsepnya sebagai walikota seperti apa. Beliau pun mempersilakan demonstran memberi konsepnya sendiri. Hingga akhirnya para demonstran itu hanya diam tak berkutik.

Minggu depannya jumlah demonstran berkurang 80%. Bahkan terus berkurang.

Hingga suatu hari Pak Jokowi mendapati sebuah wacana di internet yang isinya kurang lebih seperti ini, “Hati-hati kalau mau demo di walikota. Harus ada persiapan yang matang. Kalau enggak, malu kalian..” haha.

Hingga saat ini, tidak ada lagi yang demo-demo di balai kota. Beliau kangen dengan demo-demo itu. Karena setidaknya pemerintahan itu harus ada yang mengontrol. Salah satu caranya dengan demo.

Sekarang kita pindah ke PKL. Isu PKL ini merebak luas di media massa maupun cetak pada saat itu, mengenai pemindahan PKL dari kawasan Banjarsari ke Semanggi. Para pedagang ini pun termasuk para pedagang legendaris. Sudah 20 tahun lamanya mereka menempati Banjarsari. Kira-kira empat periode walikota sudah mereka rasakan.

Ketika para pedagang itu mendengar isu pemindahan PKL, maka mereka pun berdemo di balai kota. Tak ayal, karena seringnya mereka berdemo maka Pak Jokowi pun mengundang 11 orang petinggi paguyuban PKL tersebut untuk makan siang di sebuah restoran. Tapi yang datang malah 40 orang. Usai makan siang, Pak Jokowi mempersilakan para pedagang itu pulang. “Lha Pak, ndak mau ngomong apa gitu?” Tanya salah seorang dari mereka. “Sudahlah, pulang saja.” Tak ayal, seluruh undangan pun pulang.

Tiga hari kemudian, Pak Jokowi mengundang orang yang sama untuk makan malam. Setelah makan malam, Pak Jokowi pun menyuruh mereka langsung pulang. “Lha Pak, ndak mau ngomong sesuatu gitu?” Beliau pun menjawab dengan jawaban yang sama. Pulang saja.

Ini terjadi berkali-kali. Selalu selang-seling, makan siang, makan malam, makan siang, makan malam. Jumlah undangannya pun meningkat. Hingga di makan yang ke-30 setidaknya sudah ada 989 orang hadir.

Di makan malam yang ke-40, Pak Jokowi pun mulai angkat bicara. “Bagaimana kalau PKL dipindahkan dari Banjarsari ke Semanggi?” Tak ada jawaban dari undangan. “Setuju?” Tetap hening, tak ada jawaban. “Diam artinya setuju.” Dan akhirnya, Pak Jokowi pun berhasil mengatasi kesulitan pemindahan lokasi PKL tersebut.

Walaupun begitu, tetap ada konsekuensi yang diminta dari para PKL, seperti di antaranya perlebaran jalan, serta penggratisan ruko. Pak Jokowi pun ngendhikan oke.

Di samping itu, beliau bercerita juga soal kemajuan Solo. Di masa yang lalu, mengurus KTP di Solo rumitnya minta ampun. Sudah rumit, lama lagi. Dan ini kata beliau, rentan korupsi.

Beliau pun mengganti sistem pengurusan KTP ini dengan memanggil beberapa orang IT dan programmer untuk menyelesaikan masalah ini. Sekarang, buat KTP pun hanya satu jam sudah jadi, sehingga kemungkinan korupsi pun menjadi sangat kecil. Tempatnya pun direnovasi, jadi mirip bank, kata beliau.

Tak hanya itu, beliau juga merenovasi pasar yang lama sekali tidak pernah dibangun. Setidaknya sudah 30 tahun pasar itu tidak dibangun. Bayangkan betapa kumuhnya. Padahal, ekonomi petani, nelayan, pengrajin, semuanya digantungkan dari sana. Oleh karena itu, beliau membangun pasar yang telah lama sekali tidak tersentuh sedikitpun pembangunan. Hingga saat ini, beliau telah membangun 17 pasar dalam rentang waktu 6 tahun.

Beliau juga memberi celemek kepada setiap pedagang di pasar. Itu hasil desain beliau sendiri, kata beliau. Lantai pasar pun dibuat kinclong, bersih, tidak mengenaskan lagi seperti yang dahulu. Beliau pun menampilkan foto-foto tersebut di slidenya.

Ada hal menarik seputar satpol PP. Suatu saat salah satu staf meminta anggaran untuk membeli pentungan dan tameng baru sebanyak 600 buah. Beliau marah. Rakyat ada tidak untuk dipentungi. Rakyat ada untuk disejahterakan. Akhirnya beliau menyuruh mengumpulkan semua pentungan dan tameng yang masih ada, dan menaruhnya di sebuah gudang. Dan menguncinya.

Masih soal satpol PP. Selama ini, di mana-mana yang namanya satpol PP mesti galak, gede, dan berkumis.. TEBAL. Dan serem tentunya. Apalagi Kepala Satpol PP. Beliau pun bertekad mengubah image soal satpol PP ini. Akhirnya, beliau pun mengganti Kepala Satpol PP Solo dengan seorang wanita. Kata beliau, satpol PP yang penting bisa merapikan kota. Tak harus serem dengan muka mengerikan.

Kemudian, beliau menekankan tentang belanja. Beliau menghimbau kepada seluruh santri agar menghentikan belanja di mal. Mal apa saja, mana saja. Sebagai gantinya, beliau menekankan supaya santri belanja di pasar tradisional saja. Karena di sanalah tulang punggung kehidupan rakyat. Masih banyak rakyat yang butuh kesejahteraan. Sedangkan mal? Pemilik mal itu tunggal. Kalau kita belanja di mal, yang makin kaya bukan rakyat, tapi pemilik tunggal itu. Buat apa memperkaya orang yang sudah kaya?

Beliau juga memesankan soal mobil Esemka supaya santri Assalaam khususnya keluarganya lebih memilih mobil Esemka nantinya bila sudah tersebar di dealer-dealer di seluruh kota. Beliau juga menasehati bahwa siswa manapun sanggup, dan pasti bisa membuat mobil seperti mobil Esemka. Asal ada kemauan, pasti ada jalan. Bahkan, pesawat lokal pun akan bisa dibuat, jika ada kemauan.

Di akhir sesi beliau menekankan kembali. Cintai produk dalam negeri. Hindari produk asing.

Di akhir sesi, seorang hadirin bertanya soal impian apa yang belum terealisasikan oleh Pak Jokowi selama menjadi walikota. Beliau menjawab, “Impian saya adalah, menjadikan Solo yang akan datang, menjadi Solo yang telah lalu. Solo ini jangan modern-modern. Solo ini kota budaya. Biarkan budaya-budaya Solo mewarnai kotanya.” Itulah jawaban beliau.

Ada juga hadirin yang bertanya gaji sebagai walikota yang tidak pernah diambil beliau. Beliau pun hanya tutup mulut, tak boleh orang tahu. Tapi ada referensi yang menyebutkan, beliau menyumbangkannya untuk fakir miskin dan panti asuhan.

Thanks Mr. Jokowi, mencerahkan Assalaam!

8 komentar:

  1. Nice posting! semoga suri tauladan kepemimpinan beliau bermanfaat bagi adik2 santri Assalaam & kita semua umumnya.. Untuk Pak Jokowi, Anda layak mendapat Bintang! Semoga sukses di PilGub DKI tahun ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amiin..

      trima kasih yalah rudy dari alumni sudah sudi kiranya mampir di blog kami :)

      Hapus
  2. Yah bagus lah semoga mendapat inspirasi dan motivasi untuk menjadi pemimpin yang bijaksana

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebelumnya terima kasih telah mengungjungi blog kami. INsya Allah kami akan mengambil pelajaran dari beliau :)

      Hapus
  3. huda al hakim (shc)16 Mei 2012 pukul 15.12

    wahhh... keren nih jokowi. baru baca postingan skg tapi yg paling penting dari teladannya..
    capcus.... coba kalo semua pejabat berkarakter baik....
    (impian setinggi langit)
    indah deh setiap jengkal kehidupan ini

    BalasHapus
  4. Nice description,, ijin copy dik

    BalasHapus
  5. Satrio piningit itu adalah Jokowi!

    BalasHapus

Your comment is not allowed if contains SARA (racialist and religion)